MESKI BUTA, TETAP KERJA SAMPAI ‘POYOK’

Cek… krcek…krcek… sepasang kaki tanpa alas berjalan melewati lumpur coklat berbatu di pinggiran sungai Yeh Ho banjar Tibu Biu, Tabanan, Bali. Luka dan kotoran menghiasi kakinya, namun ia tak berhenti melangkah. Dengan penuh keteguhan hati ia terus melaju ke tengah sungai. Mencari batu koral, hanya itulah tujuannya. Sukanada pemilik kaki itu.

demi batu kayak gini....

Panas terik matahari tak membuat Sukanada mengurungkan niat mencari batu koral di tengah sungai Yeh Ho. Ia menyusuri sungai dengan yakin sambil membawa keranjang penyaringan batu. Sesampainya Sukanada di tempat akan ‘memanen’ batu, ia menghentikan langkahnya. Pria berkulit hitam itu meraba dasar sungai yang tak terlalu dalam. Lalu ia meraih batu koral dalam kedua genggaman tangan dan ditempatkan dalam keranjang batunya.

Peluh membasahi setiap bagian tubuhnya, namun ia tetap memasukkan bergenggam-genggam batu koral dalam keranjangnya. Sesekali ia membasuh peluhnya dan menikmati suasana alam sekitar sungai. Bergelut dengan hidup yang serba kekurangan membuatnya tabah menghadapi dunia. Memiliki dua buah hati yang harus dibiayai membuat Sukanada tetap bertahan pada pekerjaannya mencari batu dan pasir di galian C.

“Sudah dilarang memang, ngambil batu di sana, tapi saya tidak punya kerjaan lagi. Mau makan apa keluarga saya?” tutur Sukanada sambil tetawa kecil. Matanya menyiratkan kepedihan yang tiada tara. Kedua buah hatinya masih mengenyam pendidikan, masing-masing kelas 2 SMP dan 3 SD. Istri Sukanada meninggal delapan bulan lalu karena penyakit maag kronis. Orangtua Sukanada sudah tua dan tidak dapat bekerja lagi. Praktis ialah yang menjadi tulang punggung keluarga.

Mencari batu dan pasir merupakan satu-satunya lahan pekerjaan bagi pria berambut keriting ini. Sakit mata yang dideritanya sejak tahun 1989 kini terlihat dampaknya. Kedua mata Sukanada bahkan tak dapat melihat dengan jelas wajah kedua orangtuanya. Sukanada tak dapat mencari pekerjaan di tempat lain. Iapun menggantungkan hidupnya dan keluarga pada pekerjaan mencari batu dan pasir yang sudah digeluti sejak lama.

“Sampai poyok (letih, pusing) dia bekerja. Dia kan tulang punggung keluarga,” papar Tjianda-salah seorang pencari batu dan pasir seperti Sukanada sambil menunjukkan raut prihatin. Sukanada mendapatkan Rp. 20.000,- setiap kali mendapatkan pelanggan batu dan pasir. Uang tersebut dialokasikan Sukanada untuk membeli beras dan uang jajan pada kedua buah hati.

Hal tersebut membuatnya khawatir mengingat kebutuhan yang terus bertambah. Bila pelanggan sepi, ia tidak mendapatkan uang untuk keluarganya. Adanya bantuan pemerintah yaitu 10 kg beras diakuinya cukup membantu meskipun tidak signifikan. Terkadang ia dibantu Sugita-Kelihan Adat Banjar Tibu Biu mencari orderan batu dan pasir. Pria berkulit hitam inipun mengungkapkan keinginannya menyekolahkan anak hingga SMP, namun kembali terbentur masalah dana.

“Dulu, kami punya tanah tapi saya tidak tau. Ternyata sudah dijual oleh saudara saya untuk biaya merantau ke Sumatra. Sekarang saya tidak punya apa-apa. Hanya tanah 1 are dan itupun sudah untuk rumah,” ujar Sukanada lirih seakan menyatakan kekosongan dirinya tanpa istri dan harta benda serta tanggung jawab menafkahi keluarga.

Berawal Dari Rokok….

Ssshhh…ssshhh..Seorang remaja pria menghembuskan asap putih keabu-abuan berbentuk bulat yang lalu hilang disapu angin.Lintingan yang dihisap remaja itu sudah sangat pendek mengindikasikan kenikmatan yang bisa didapatkannya sudah mencapai titik penghabisan. Ia membuangnya ke pinggir jalan tempatnya berdiri. Remaja itu merogoh sakunya mengeluarkan dua benda, tangan kanannya memegang lintingan baru dan tangan satunya menyulut lintingan itu dengan korek api berwarna hitam. Dilanjutkannya menikmati lintingan itu sehisap demi sehisap………….

merokok, gambaran remaja yang merokok...
Sering melihat kejadian semacam itu??? Pastilah sudah tidak asing lagi bukan?? Peristiwa semodel itu memang sudah sangat lumrah terjadi di masyarakat kita dewasa ini (dalam konteks khususnya para remaja). Remaja yang notabenenya masih dalam masa transisi atau labil atau proses pencarian jati diri atau pra-dewasa (kebanyakan ataunya eui…), memang sangat gampang mengikuti perkembangan yang dalam konteks ini perkembangan itu belum tentu positif maupun negatif yangmana salah satunya adalah merokok.

Rokok sebagaimana yang kita ketahui bersama memiliki berbagai zat beracun yang dapat melemahkan fungsi-fungsi beberapa bagian tubuh dan kalau dikonsumsi secara belebihan dapat menyebabkan gangguan paru-paru parah. Oleh karena itulah sering dianjurkan untuk tidak merokok serta mengurangi konsumsi rokok yang berlebihan. Kembali dalam konsep remaja dan rokok, akhir-akhir ini makin marak kita dapati remaja-remaja yang menikmati rokok merek apapun, dimanapun dan dengan siapapun. Hal itu bukan karena tidak ada sebab, tentu setiap peristiwa memiliki alasan untuk terjadi bukan?? Nah, ini jugalah yang melanda remaja kita sekarang. Beberapa hal yang tidak bisa dikatakan positif ini salah satunya seperti yang sudah disampaikan diatas adalah trend merokok.

Merokok merupakan kegiatan aktif menghisap rokok dan pelakunya disebut perokok (sudah sangat umum bukan?). Namun sungguh sangat disayangkan bahwa kegiatan aktif merokok ini dilakukan oleh para perokok muda. Perokok-perokok muda ini bahkan ada yang umurnya tidak lebih dari 10 tahun. Lebih disayangkan lagi bahwa kegiatan awal ini (yaitu merokok) dapat berlanjut menjadi kegiatan selanjutnya yaitu memakai naroba. Kemungkinan-kemungkinan terburuk ini sudah banyak terjadi pada remaja kita. Sangat menyedihkan melihat mereka yang masih memiliki masa depan yang panjang dan cemerlang ini menjadi korban-korban semacam ini.

“Saya nyoba rokok dari teman Cuma karena agar dianggap setia kawan aja. Selaen karena saya emang broken home dulu… Trus diajak nyoba yang lebih enak kata temen-temen tapi saya ogah karena tahu kalo nyoba pasti gak bakal lepas,” ungkap Bila, siswi SMAN 7 Denpasar sambil tersenyum hambar. Itulah salah satu pengakuan dari seorang siswi yang pernah mengalaminya sendiri. Menurutnya, banyak teman-teman yang ketahuan ‘pake’ dimulai dari merokok dulu. Biasanya, mereka sudah tidak bisa lepas dari yang namanya rokok, lalu berlanjutlah pada sesuatu yang seakan-akan lebih ‘nikmat’.

Memang jika kita tilik lebih lanjut, rokok dengan berbagai perasaan yang dirasakan oleh penikmatnya memiliki banyak resiko. Beberapa resiko tersebut adalah penyakit-penyakit yang mungkin menyerang dan yang lebih parah, kecanduan NAPZA.

“Tergantung iman juga sih, kalo emang tu orang gak kuat iman ya kena dah… Tapi kalo emang ngerokok itu dah jadi kebiasaan yang gak bisa dilepasin dan tu orang kuat iman, ya jalanin aja!” tutur Florestia, siswi SMAN 4 Denpasar perihal kecanduan yang pada mulanya berasal dari aktifitas merokok. Banyak banget dampak negatif yang bisa didapetin dari kegiatan ‘lanjutan’ itu. So, buat temen-temen yang belon kena, jangan pernah nyoba deh. Buat yang udah kena, tobatlah kawan……. (Lina P.W.)

*dimuat dalam Kulkul media HIV/AIDS pada rubrik Aksi edisi 22-November 2006

Pendidikan Seksual, REMAJA (TIDAK) HARUS TAHU!!!

“Plaaakk”, mungkin tamparan telak yang akan diterima oleh si Ucup begitu mengajak Wati-siswi kelas 3 SMA melakukan seks pranikah. Tapi Wati malah mengiyakan ajakan ngeseks oleh Ucup. Mengapa?? Karena ia tak tahu betapa bahaya dan tidak mulianya perbuatan tersebut.

sex education, ini nih yang perlu kita tahuu....

Memang kasus-kasus seperti itulah yang sering ditemui oleh masyarakat kita. Ketidaktahuan mereka tentang bahaya seks pranikah dan dampak-dampak negatifnya membuat mereka buta dalam menjalani hidup yang makin lama makin mendekatkan diri pada seks pranikah (dalam konteks ini khususnya para remaja).

“Saya baru tahu bahwa ada dampak negatif melakukan seks pranikah pada saat ada seminar tentang seks education di sekolah. Itupun tidak terlalu mendetail karena memang cakupannya luas sekali,” ujar Kartika-seorang siswi kelas 3 SMAN 7 Denpasar ketika ditanyai pendapatnya tentang dampak seks pranikah. Jawaban-jawaban dari beberapa siswa maupun siswi lainnyapun nyaris tak berbeda dengan yang diungkapkan Kartika tentang penegtahuan mereka seputar seks yang memang sangat dangkal sekali. Beberapa bahkan mengakui sulitnya informasi yang mereka dapatkan tentang seks education adalah karena pandangan tabu masyarakat kita. “Mau nanya ma Orangtua takut, di sekolah gak diajarin, nyari dari Internet ditakut-takutin tentang yang jelek-jelek…Takut salah bukalah, salah nangkeplah, apalah.. Kita kan bingung juga jadinya,” papar Dimas, siswa kelas 1 SMAN 3 Denpasar perihal sulitnya mendapatkan informasi yang layak tentang seks education.

Sehubungan dengan berbagai masalah yang dihadapi para remaja seputar keterbatasan informasi tentang masalah pelik belakangan ini yaitu seks pranikah serta berbagai dampak negatifnya, maka baru-baru ini diresmikanlah sebuah kurikulum baru yangmana di dalamnya terselip beberapa materi tentang seksual education. Hal ini merupakan kerjasama daripada Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali, Komisi Penanggulangan AIDS Kota Denpasar dan Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kota Denpasar. Beberapa materi yang tersirat maupun tersurat dalam pelajaran “selipan”di Biologi untuk IPA dan Sosiologi untuk IPS itu antara lain: NAPZA, cara kerja Virus HIV, hal-hal negatif yang silakukan remaja pada masa pubertas dan terkena NAPZA karenanya, cara-cara reproduksi, perilaku menyimpang seksual, mekanisme virus HIV, jenis-jenis NAPZA dan hal-hal lainnya yang juga berhubungan dengan NAPZA dan masalah seksual.

Pelajaran mengenai NAPZA dan masalah seksual ini dikatakan akan dimulai tahun 2006. Pembelajaran murid-muridpun didukung oleh ekstrakurikuler yang berhubungan dengan hal tersebut. Namun demikian, tentu masih banyak kendala yang akan dihadapi oleh guru maupun siswa perihal pelajaran “selipan” baru ini.

“Sebenarnya pelajaran ini tidak baru. Dari dulu dalam pelajaran-pelajaran yang diselipkan itu sudah ada materinya, hanya saja kali ini lebih diperdetail lagi,” ungkap Dr. Oka Negara perihal mengapa hanya dalam pelajaran itu saja terdapat materi-materi seksual dan NAPZA. Menindaklanjuti kebutuhan remaja dalam hal pembelajaran seksual education dan NAPZA, hal-hal seperti ini yaitu menyelipkan materi pada pelajaran yang sudah ada dinilai sangat bermanfaat, setidaknya agar para siswa mengetahui garis besar daripada masalah yang sedang mereka hadapi saat ini.

“Pelajaran seksual dan NAPZA di sekolah sangat dibutuhkan karena pada dasarnya memang hal itulah yang menjadi masalah besar bagi kami remaja yang masih gak ngerti apa-apa, tapi kalo bisa sih mendingan dijadiin pelajaran sendiri aja daripada diselipin. Kan jadi kaku pelajarannya kalo nyelip, gurunya juga belum tentu siap kalo ada pertanyaan-pertanyaan sulit yang diajukan murid karena itu memnag bukan bidangnya,” ujar Dimas lagi dengan penuh semangat menanggapi adanya pelajaran “selipan” ini.

“Kita memang layak mendapatkan pelajaran seperti ini. Banyak orang dewasa yang beranggapan bahwa remaja belum saatnya tahu tentang hal-hal ini. Namun para remaja sebaliknya, sangat ingin mengetahui sebanyak mungkin tentang hal yang di”tabu”kan baik untuk proteksi diri ataupun hanya sekedar tahu saja. Oleh karena itulah saya sebagai remaja merasa hal ini sebagai pemenuh kebutuhan kami meskipun ada hal-hal yang masih harus diperbaiki… Karena kami memang harus tahu apa yang kami hadapi!!!” jelas Kartika berapi-api saat ditanyai pendapatnya tentang pelajaran selipan ini. Yup..para remaja memang berhak untuk tahu. Tul gak? Benaaaarrr (Lina P.W.)

* dimuat dalam Kulkul media HIV/AIDS dan Narkoba pada rubrik Aksi (khusus remaja) edisi 21 Oktober 2006