Perjalanan

Tanggal 28 pun tiba, setelah makan dengan sarapan yang rasanya kurang jelas, aku beberes dan bersiap check out dari hotel pertama menuju ke hotel transit di bandara. Kawan sekamarku, Laila asal Jember, ternyata pembagian kamar juga adalah pembagian back up buddy dimana kita harus masing-masing tahu apa yg sedang dan akan dilakukan kawan kita itu. Istilahnya pasangan begitu.

Di hotel transit kami mendapatkan briefing gambaran bagaimana kira-kira perjalanan kami akan berlangsung. Lanjut dengan pengecekan bagasi. Aku bersyukur tidak terlalu manja dengan makanan (istilah kerennya pemakan apa saja) karena tidak membawa makanan aneh-aneh yang mempunyai kans besar untuk disita. Kawan-kawan lain ada beberapa yang bekalnya tidak boleh ikut. Nisa misalnya karena kebiasaan meminum susu dengan merek tertentu ia membawa sampai 10 renteng sachet susu tersebut dan disita. Laila juga membawa sosis yg kerap menggaet bintang-bintang fenomel untuk jadi bintang iklannya, disita. Jadi aku dengan mie seadanya dan sambel yang sebenarnya kurang tapi mau apa lagi aman aman saja.

Perjalanan pertama kami adalah Jakarta-Singapura dengan Singapore Airlines, jarak tempuh sekitar dua jam. Di pesawat sebenarnya tidak terlalu terasa karena ada TV kecil tempat kami menonton berbagai hidangan, maksudku hiburan mulai dari tv show, news dan lain-lain.

Di Singapura kami transit hingga subuh. Dari jam 10 kami tiba hingga pukul 3 kami bisa bebas mengeksplor Changi, bandara yang memang keren banget itu menyediakan selain wifi gratis juga beberapa taman untuk disinggahi. Namun karena ada kerjaan yang belum kelar dan firasatku berkata di sana terakhir aku dapat berkoneksi maka aku menghabiskan waktu dengan menyelesaikan pekerjaan dan berinternet sampai puwas pake w!

Perjalanan berlanjut lagi. Kali ini 7 jam di pesawat untuk tiba di Narita, Jepang. Dalam pesawat dingin sekali. Gigi yang baru ditambal mulai sakit, untung sang dokter sangat pengertian membekaliku pain killer yang suskses membuat tidur beberapa saat. Setibanya di Narita kami memiliki waktu tak lama untuk jalan-jalan singkat. Karena kawan-kawan lain pada sholat, aku, Hans dan Zoel memutuskan mencari makan. Masalah pertama adalah uang. Jadilah kami menukarkan rupiah kami ke dalam yen. Seratus ribu mendapatkan 610 yen, lumayan, kami menukar 300 ribu dan menikmati fast food dengan saos tomat karena tak ada sambal di Narita.

Transitnya agak sebentar, setelah mencoba toilet nyanyi yang bersuara seperti orang kumuran saja kamipun harus segera naik pesawat lagi. Kali ini langsung ke Chikago, perjalanannya kurang lebih 11 jam. Huwaah, makanya aku menulis banyak, yah ini dalam pesawat yang cukup membuat tungkai dan bokong pegal.

 

Lina PW, 29 Mei 2012 dalam pesawat yang bergoyang kencang

Saatnya Tiba!

Maklum tulisan agak tersendat karena tugas dan jadwal jalan #eh, tapi ini lanjutan yang kemaren-kemaren kok, enjoy πŸ™‚

Tanggal keberangkatan sudah di depan mata! Wow! Cepat sekali waktu berlalu, packingpun belum. Tapi memang ke excited-an mengalahkan segalanya. Tiba-tiba saja beberapa puluh jam lagi kami akan sampai di Kansas! Wow!

Tanggal 27 Mei aku berangkat ke Jakarta diantar oleh keluarga yang tidak terlalu besar besar dan kawan-kawan, yah kami bikin rusuh di bandaralah intinya. Sesampainya di Jakarta kami dipersilakan untuk mengaso, karena briefing lanjutan, pemeriksaan bagasi dan persiapan lain akan dilakukan keesokan harinya.

Memanfaatkan waktu yang tersisa di tanggal 27 Mei itu, aku berjanji ketemuan dan hang out singkat dengan mbak Eno dan mbak Ayu, kawan yang kutemui dari seorang kawan lain melalui couchsurfing. Mbak Eno dan mbak Ayu memang tinggal di Jakarta, beberapa waktu lalu mereka sempat ke Bali dan kami bertemu, kelanjutannya saat PDO kemarin juga kami bertemu lagi.

Mbak Eno dan mbak Ayu mengantar saya berkeliling mencari tripod, setelah cukup lama menawar, bertanya dan tersenyum penuh arti ke pedagang supaya diberi harga murah, maka kami mendapatkan sebuah tripod yang menurut saya dan mbak Eno cukup β€˜ganteng’. Mbak Ayu membantu menawar πŸ™‚

Oh ya, perjalanan ke pusat kota dari hotel dekat bandara relatif mudah. Karena si hotel punya shuttle ke bandara, jadilah aku ke bandara dulu dan melanjutkan perjalanan ke Blok M dengan Damri, jelas lebih murah dan mudah. Awalnya beberapa kawan berencana ikut namun di akhir cerita dengan berbagai alasan mereka batal dan saya berangkat sendiri. seru juga berpusing di ibukota seorang diri sebelum bertemu dua tante faforitku itu.

Setelah membeli tripod kami mencari sambal terasi, saos dan mie instan. Awalnya sih saya pikir itu tidak terlalu penting. Tapi ternyata meski di sana ada saos dan sambal, jangan harap menemukan kepedasan dan kesegaran seperti sambal-sambal di Indonesia. Kata mbak Ayu dan mbak Eno yang sudah kerap keluar negeri, sambal-sambal merekapun rasanya hambar, karena sudah disesuaikan dengan lidah orang sana. Wah, pikir ku kalau begitu bahaya kesana tanpa senjata, jadilah sambal terasi dan saos serta kecap pedas kukantongi. Malam itu kami tutup dengan makan bersama dan berfoto-foto narsis, hehe, namanya juga anak muda πŸ˜›

 

Lina PW

29 Mei 2012, setelah 3,5 berada di atas pesawat menuju Chicago