Tiga Hari Untuk Selamanya

Catatan singkat Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar (PJMTD) Kanaka

Siang itu matahari tampak riang menyinari bumi. Tak ayal keringat mengucur deras di dahi beberapa orang termasuk dahi saya. Selain matahari yang melemparkan sinar nakal dan bara panasnya ke bumi, persiapan yang menumpuk juga membuat hari itu seakan basah keringat. Ya, kami sedang mempersiapkan Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar (PJMTD) pers Kanaka kedua dalam tahun 2011.

Pelatihan kedua dalam setahun ini diadakan selama tiga hari dua malam mulai tanggal 14 hingga 16 Oktober lalu. Diikuti oleh 13 orang mahasiswa baru dan 3 orang stok lama yang dahulu belum sempat ikut pelatihan 😛 Seperti biasa, tentu berbagai pemateri disiapkan dalam ajang tahunan yang membukakan gerbang jurnalistik bagi anak-anak ‘baru’ pers Kanaka. Selain bertujuan memberikan pelatihan, kegiatan ini pun murni sebuah ajang mendekatkan diri satu sama lain kepada sesama anggota Kanaka, baik baru ataupun lama.

Jarum jam sudah menunjukkan angka 3 sore hari Jumat, hari keberangkatan. Hidung-hidung sudah mulai berdatangan, ada yang dengan riang dan suka cita, ada juga yang kebingungan, bingung mencari kawan lainnya. Sementara pemangku dan seksi rohani sudah mulai memanjatkan doa-doa kelancaran, anggota belum juga terkumpul lengkap. Akhirnya setelah semua berjalan sesuai separuh rencana, berangkatlah kami ke TKP dan pembukaan dimulai. Sederhana memang, hanya berisi laporan ketua panitia, sambutan panjang dan lebar dari Pembina (saya ingat beliau menangis terharu di pembukaan PJM perdana atas bangkitnya Kanaka Juni lalu) dan harapan-harapan Pembantu Dekan 3.

Hari pertama tidaklah terlalu padat, selain pembukaan hanya dua materi yang disampaikan : berita langsung dan sejarah pers mahasiswa. Sedangkan hari kedua terbilang cukup padat. Dari pagi para peserta diberi materi ilustrasi dan layout oleh Gung WS, dilanjutkan dengan materi berita kisah dari ibu rumah tangga yang selalu semangat meski tengah mengandung – Luh De Suryani. Foto jurnalistik juga merupakan unsur penting dalam sebuah liputan sehingga kami mengundang JP Christo untuk berbagi ilmu. Praktek langsung dilakukan di Pasar Badung. Para peserta dipersilakan mencari tema sendiri sesuai kehendak hati untuk penugasan berita kisah dan foto jurnalistik.

“Saya sih, meliput anak-anak tukang suun ini. Menarik dan penuh warna,” ujar Ryan Dwi, salah satu peserta pelatihan. Ia juga mengatakan banyaknya hal yang bisa diangkat di pasar Badung. Sebagai informasi saja, pasar Badung merupakan pasar terbesar dan paling ‘hidup’ di Denpasar. Hidup dalam artian tak pernah berhenti melakukan aktifitasnya. Dari subuh hingga subuh lagi. Banyak hal yang bisa diliput. Mulai dari pedagang canang (sesajen), hingga pedagang baju bekas (dan duren tentunya).

Kami berpencar dan bertemu lagi di waktu dan tempat yang sudah ditentukan. Meski cukup padat, saat pulang kami sempat membeli Duren sebagai bekal berkegiatan malam nanti 🙂

Malampun tiba, kami melanjutkan hari dengan menonton film yang akan diresensi. Sesuai kesepakatan, film horror memenangkan jajak pendapat dan berhak diputar selama kurang lebih dua jam. Sambutannya cukup meriah meski beberapa anak terlihat menutup matanya. Cukup menghibur meski berakhir agak ‘tengal’. Sesi pertama selesai, sesi kedua dilanjutkan meski tak lebih dari 4 orang peserta yang masih bertahan.

Pagi terakhir diisi dengan materi esai oleh Ananta Wijaya, yang juga mendorong saya dan kawan-kawan membuat sebuah buku kumpulan tulisan (*uhuuuk) dengan semangat menggebu.  Setelah itu resensi yang dibawakan pemred Kanaka dan diakhiri dengan pelatihan blog oleh om Saylow.

Kini seluruh peserta sudah mempunyai ilmu dasar jurnalistik dan juga punya blog, bonusnya ya punya teman-teman baru yang (semoga) bertahan selamanya, yeaaay 🙂