Penida dan Kegilaan Dewasa Tanggung #BagianMelali

Setelah leyeh-leyeh sekejap, benar-benar sekejap karena kami langsung terbakar hasrat melali, om Viar langsung menodong Bli Wayan untuk menyewa alat Snorkeling. Jadi agenda kami siang kebus ini adalah Snorkeling! Yeaah!

Yang cukup unik dari snorkeling di kawasan Nusa Penida adalah tak perlu mencari spot khusus karena semua daerah sangat indah bawah lautnya. Well, memang sih Crystal Bay dan Manta Point wajib jadi tujuan yang harus didatengin juga kalau waktu kita panjang. Tapi kalau tidak, snorkeling di lepas pantai di depan tempat menginap pun sudah bikin orgasme!

snorkeling at Penida. pic by Viar

Begitu bli Wayan membawa alat-alat snorkeling, kamipun dengan hasrat menggebu memilih alat dan langsung bergegas nyebrang ke pantai. Untuk alat snorkeling lengkap kami cukup merogoh kocek 25 ribu perhari dan karena kami menyewanya 2 hari kami menghabiskan 50 ribu yang sangat wajar saking indahnya kehidupan di bawah pantai Nusa Penida.

Nyebur di pantai Nusa Penida kita akan disambut ladang rumput laut sepanjang 5-7 meter dari sisi pantai hingga tengahnya. Setelah ladang rumput laut, berbagai terumbu karang dan ikan dapat kita lihat di lautnya. Sepanjang mata memandang terumbu karang berdempet-dempetan, ikan-ikan berenang kesana-kemari. Banyak juga kami temui bintang laut dan ikan-ikan besar berhamburan. Lau di Nusa Penida ada bagian-bagian yang sangat dangkal meski di tengah, hati-hatilah agar tidak menginjak terumbu karangnya. Ada juga daerah-daerah yang cukup dalam dimana kami bertemu beberapa penyelam. Sayangnya terumbu karang di Nusa Penida banyak yang patah dan tidak terlalu berwarna.

Penida after snorkeling. pic by Viar

Air laut agak berombak siang itu, anginpun cukup kencang, kami terbawa ombak hingga banjar sebelah  saat akhirnya ke tepian lagi. Karena air sudah mulai surut, ladang rumput lautnya terlihat cukup jelas, namun kami tetap pede snorkeling. Kelucuan mulai terjadi saat saya akan mencapai tepian, karena sudah tidak mungkin berenang, sayapun menginjakkan kaki ke pasir dan berjalan menerobos lading rumput laut. Saya menoleh ke belakang untuk melihat dimana kawan-kawan yang lain saat tertangkap oleh mata saya Maha dan kak Intan dengan ban hitam besar dan pelampung warna terang terperangkap jaring pembatas ladang rumput laut. Dan lebih lucu lagi karena di sebelah mereka berjalan santai seorang bapak dengan dahi berkerut dan pandangan nanar ke arah kak Intan dan Maha.

Ups, ternyata saya juga terjebak jaring pembatas di depan, sebelum mencapai tepi, harus mencari jalan lain agar bisa lewat. Saya yakin si bapak mengurut dada melihat kelakuan konyol kami tetap snorkeling dengan ban hitam besar, pelampung warna terang, di daerah yang tingginya tidak sampe sebetis!

Penida dan Kegilaan Dewasa Tanggung #BagianTengah

Setelah kurang lebih 45 menit bergoyang bersama si speedboat di tengah ombak, akhirnya kami mencapai Penida, uyeee! Di dermaga Toya Pakeh kami berlabuh. Saya menghirup udara Penida untuk pertama kalinya. Asin, logis karena kami masih di pesisir.

Pemandangan di dermaga tak jauh-jauh dari kegiatan laut. Ada yang masih memarkir kapalnya, ada yang sedang turun dari kapal, beberapa ibu memilah rumput laut hasil panen untuk dijemur dan ada juga yang tersenyum manis ke arah kami – supir supir angkot yang sedia mengantar orang-orang yang baru datang dari seberang. Karena dikatakan penginapan kami dekat, tinggal berjalan 15 menit dari dermaga, jadilah kami acuh tak acuh ke para supir angkot itu. Setelah berjalan ke luar arah jalanan, kamipun menemui keganjilan. Sepi sekali di jalanan, tak banyak rumah penduduk di sekitar dermaga. Entah feeling siapa, akhirnya kami menghentikan sebuah angkot, bertanya harga dan naik langsung menuju penginapan.

Dengan 10 rebu rupiah kamipun menuju penginapan yang dijanjikan, yang ternyata jaraknya 20 menit naek angkot dengan kecepatan cukup bikin gempor kalo disandingkan dengan jalan kaki (whooops). Penginapan kami sebenarnya sudah cukup bagus, namun si ibu tidak terlalu banyak omong dan tampaknya tempat ini jauh dari mana mana sehingga kami menunggu bapak yang akan mengantar kami berkeliling dengan hanya 550 ribu untuk 2 hari demi mencari tempat lain yang dekat dengan tujuan kami. Saya mengatakan hanya karena si supir angkot tadi setelah kami tanyai tarif untuk berkeliling memasang 750 ribu dengan tujuan yang kurang lebih sama dengan si bapak.

Si bapak pun datang, pak Panca panggilannya. Kabar buruk karena penginapan di sekitar Crystal Bay – tempat diving populer di Penida sudah penuh. Jadilah kami berpikir di atas mobil yang entah menuju ke mana. Bli Panca – begitu saya memanggilnya supaya tak terkesan terlalu tua (Aespeh), mengatakan ada penginapan di sebuah yayasan, nampaknya beliau sering ke yayasan ini. Jadilah kami mampir sekejap ke sana. FNPF – Friends of National Parks Foundation nama yayasan itu, bergerak di bidang pertanaman, dulu bekerja sama dengan yayasan lain yang bergerak di bidang persatwaan seperti burung. Yayasan ini tempatnya luas sekali, hijau dan asri pula, kami melihat beberapa burung Jalak Bali terbang bebas di pekarangannya. Dipelopori oleh pak Bayu yang merasa miris terhadap lingkungan sekitar Penida. Dan syukurnya, di yayasan ini kami bisa menyewa dormnya untuk semalam dengan harga yang cukup murah – 50 ribu perorang.

Di yayasan ini kami tak hanya tidur dan menikmati kerindangan pekarangannya, tapi juga belajar sedikit banyak dari cerita Mike – Volunteernya tentang tanaman, kehidupan di Penida dan Jalak Bali. Mari sebut bagian ini Melajah sambil menikmati alam.

*tetep bersambung – biar gak capek baca perjalanan yang menuai banyak cerita ini J

Penida dan Kegilaan Dewasa Tanggung #BagianAwal

PING!

Sejak menggunakan smartphone (meski kerap kali heng) beberapa informasi sampai di tangan secepat kilat. Namun tenang, yang saya akan bagi di sini bukanlah tentang smartphone yang suka bermasalah namun kisah yang berawal dari sebuah thread di milis dalam email yang hari itu saya terima.

Thread itu dengan jumawa mengajak anggota milis Bali Blogger community untuk jalan-jalan dan senang-senang bersama. Tujuannya adalah Nusa Penida – sebuah pulau kecil bagian dari Bali. Penggagasnya siapa lagi kalo bukan om Viar. Judulnya saja sudah menggelitik, budget juga cukup masuk akal jadi saya beranikan komen bahwa saya berniat ikut. Thread yang cukup panjang sampai membuat beberapa orang mengancam membuat kategori spam untuk thread inipun berakhir pada kesimpulan (di milis) 12 orang akan ikut dan sisanya gigit jari #eh.

Hari yang ditentukanpun tiba, tepatnya 7 April, kami berkumpul di tempat yang juga sudah ditentukan – Sanur. Saya menatap wajah-wajah penuh hasrat jalan-jalan di hadapan saya (saya yakin wajah saya pun menunjukkan ekspresi yang tak jauh berbeda). 7 orang yang akan berangkat yaitu saya sendiri, om Viar, mbak Yuna dan kekasihnya – Bayu Wiguna, seorang kawan dari mbak Yuna – Kusuma, Maha dan kak Intan. Karena berkumpul cukup pagi sekitar jam 7 (ada 3 angka 7 dalam alinea ini, fyi :P), dan speedboat yang kami bayar seharga 65 ribu one way itu akan berangkat jam 8, kami menyempatkan diri makan di warung sekitar speedboat. Nasi dan kopi pun tak selamat dari perut kami.

Beberapa kali curi-curi pandang ke speedboat yang akan kami tumpangi ternyata masih sepi, setelah kami berniat naik ternyata sudah ramai, dan beberapa dari kami tidak mendapatkan tempat duduk. Ada apa gerangan? Ternyata beberapa orang naik duluan tapi belum beli tiket, mereka membayar di atas boat dan hanya 50 rebu pula (apa-apaan inih?). Beberapa kawan akhirnya harus duduk di belakang dan bergoyang kencang saat ombak datang. Sempat garuk-garuk kepala juga melihat realita seperti itu. Tapi karena kami dewasa tanggung yang baik hati dan rajin menabung serta tidak sombong, kami tetap menghadapi perjalanan dengan hasrat masih membara.

*bersambung – biar gak capek baca perjalanan yang menuai banyak cerita ini J